Sabtu, 31 Mei 2014

Tugas KTI"Efek Keluarga Broken Home terhadahap perkembangan anak



Efek Keluarga “Broken Home” terhadap perkembangan anak

Sadar atau tidak keluarga adalah faktor utama penentu kepribadian anak baru selebihnya berasal dari lingkungannya. Orang tua ibarat induk ayam yang harus berjuang keras mengerami telurnya untuk menetaskan anak harapan mereka. Jika orang tua memberi contoh buruk secara tidak langsung sifat yang mereka contohkan menjadi doktrin bahwa kekerasan adalah sebuah jalan dalam menyelesaikan permasalahan. Akibatnya anak-anak yang dibesarkan dari keluarga broken home cenderung terlihat kasar, keras kepala, egois, dan berkepribadian buruk.
 Menurut Himas El-hakim “seorang anak yang mendapati perpecahan dan masalah pada ayah ibunya akan memandang bahwa keluarga ini bermasalah, tidak memberikan rasa nyaman padanya.

seorang anak, yang masih membutuhkan perhatian akhirnya tidak mendapat perhatian serius dari orang tua. Hal ini logis dikarenakan orang tuanya sendiri tidak mampu memberikan perhatian kepada pasangannya, bagaimana dengan anaknya. akhirnya anak tersebut memilih mencari perhatian diluar, bisa dari lingkungan, maupun teman sebayanya.

yang perlu dijadikan catatan bahwa ada peluang besar anak ini akan menjadi korban kejahatan dari lingkungan luarnya mengingat psikologi anak "broken home" cenderung labil dan mudah terombang ambing, karakter empuk bagi kriminal”.
 Sebuah penelitian yang dilakukan di University of California, Los Angeles setelah mempelajari masalah dalam (kurang lebih) 2000 keluarga, membuktikan bahwa anak tetap menjadi korban ‘empuk’ dalam pertikaian rumah tangga.
Efek pertikaian ini, biasanya akan membuat si anak cenderung melakukan hal-hal negatif diluar kebiasaannya. Ketidakstabilan emosiyang disebabkan, akan membuat si anak mencoba menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol hingga melakukan seks bebas.
Untuk itu, berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama 30 tahun, menyatakan bahwa kedua orangtua yang sudah tak lagi saling mencintai, sebaiknya jangan pernah hidup bersama dalam satu atap.

Menurut pengalaman saya sendiri jika dalam keluarga sering terjadi cekcok anak cenderung memilih untuk mencari suasana di luar atau kalau tidak mereka akan menangis melihat keluarganya yang tidak seperti teman sebayanya. Kemudian anak tersebut akan mempunyai dua karakter.
 Pertama jika kelak ia dididik orang yang berkepribadian baik dan ada faktor pendorong dirinya untuk menjadi orang yang baikm maka ia akan cenderung susah bergaul dengan teman sebayanya karena rasa malu tidak mendapat kasih sayang seperti anak sewajarnya, ia memiliki kepekaan tinggi terhadap keadaan sekitarnya, mempunyai perhatian tinggi terhadap orang yang mengalami nasib seperti dirinya dan ia cenderung menjadi orang yang berkepribadian baik menurut orang disekitarnya, tetapi dia cenderung menjadi orang yang sulit mendefinisikan persuit of happiness.
Kedua jika ia tidak mampu berfikir positif terhadap masa lalunya maka ia akan cenderung bertindak anarkis, berkepribadian buruk dan jauh dari kebiasaan terpuji. Akibatnya kriminal itu menjad kebiasasaan. Tetapi dapat sifat yang kedua ini berubah jika ia telah menemukan jati dirinya alias jika ia mempunyai kesadaran dan mau kembali pada jalan yang benar.
Broken home mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan perkembangan anak. Adapun yang termasuk dalam broken  home itu diantaranya :
1.       Akibat perceraian orang tua
2.       Kebudayaan bisu dalam keluarga (tidak ada komunikasi antar anggota keluarga)
3.       Perang dingin dalam keluarga (saling membenci antara sesama anggota keluarga)
berdasarkan asumsi Erickson, remaja memerlukan figur tertentu yang nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi nilai-nilai remajanya.jika peran orang tua ini tidak diberikan pada anak,  dimungkinkan anak berkerpibadian  kurang sehat dengan perasaan terisolasi.
Proses pencarian identitas akan terhambat dan menimbulkan rasa kebingungan identitas (confused of Identity). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yeri Abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas pada remaja dalam keluarga broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang tidak mengalami kasus broken home.ini dikarenakan mereka ingin mencari perhatian dari orang lain yang tidak ia dapatkan dari orang tuanya walaupun itu dengan cara yang tidak sesuai, seperti misalnya ia membuat keributan, suka bertengkar dan memengaruhi teman sebayanya dalam hal-hal negatif.

Melihat  dampak yang begitu besar akibat Broken Home, maka orang tua sebaiknya tetap mencoba memperlihatkan keharmonisan dalam keluarga. Anak juga haru s tetap diperhatikan perkembangannya. Jangan sampai anak salah jalan akibat perilaku orang tua yang tidak mencerminkan kepatutan. Apapun yang terjadi dalam keluarga anak adalah prioritas masa depan. Jika terpaksa harus bercerai maka orang tua harus pandai-pandai mengawasi perkembangan perilaku anak. Kalau sudah terlanjur tidak ada yang patut disalahkan kecuali orang tua.

Minggu, 11 Mei 2014

biografi KTI



Nama       : kuntariatun
NIM        : 133311073
 
                  
                Harapku Motivasiku
Saya Kuntariatun seorang anak desa yang bisa dipanggil kun/kunta/tun. Saya dilahirkan disebuah desa terpencil jauh dari perkotaan. Tepatnya di Desa Kletek Dk. Rempelas Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati pada 11 Januari 1995. Saya tiga bersaudara dan kebetulan anak paling bungsu. Saya berasal dari keluarga kecil sederhana. Ayah saya bernama Sunandar dan ibu saya Suki. Ayah dan ibu saya seorang petani. Saya sangat bangga pada cita-cita mulia mereka walaupun ibu saya tidak bisa membaca dan ayah saya juga kurang lancar, tetapi semangat mereka ingin saya melanjutkan adalah motivasi dan kebanggan bagi saya. Saya dari dulu paling senang dengan membaca. Dari kecil saya ingin menjadi seorang guru, karena itu tugas yang mulia dan termotivasi guru waktu di SD. Saya pertama kali masuk SD pada tahun 2001 di SD kletek 02 tepatnya tanggal 15 juli 2001. Pada tahun 2002 saya pindah di SD Kletek 01 karena sekolah yang lama telah dibubarkan. Setiap hari berjalan bersama teman-teman tanpa sosok ayah ataupun ibu sampai kelas 4 karena belum bisa naik sepeda. Pada tahun 2006 saya lulus SD dan melanjutkan di Mts.Matholi’ul Ulum Pucakwangi. Disana banyak kenangan bersama teman-teman, tetapi mungkin hanya ada satu teman yang masih langgeng komunikasi sampai sekarang, dia bernama Sumiatun Yanuarti. Dan saya mempunyai guru idola yang menurut saya beliau seorang yang bijaksana, beliau bernama bapak Sutaman dan beliau juga yang memotivasi saya untuk bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kelas VII saya memperoleh peringkat 2 dan 1, kelas VIII 1 dan kelas IX mendapat 2 dan 1.
 Setelah tamat tahun 2010 saya melanjutkan di MA Matholi’ul Huda Pucakwangi. Disini kelas X semester 1 mendapat peringkat 1 dan semester II  2 (dua) dan kelas 2 semester 1 mendapat 2 dan semester 11 mendapat 1. Namun pada saat kelas 3 saya mendapat 3 dan waktu lulus belum beruntung.  Pada awal masuk saya memutuskan untuk tinggal dirumah seorang guru sekaligus belajar mengaji disana. Saya mencoba menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Pada tahun pertama disana saya pernah diminta Mbah (Pemilik rumah) sekaligus bapak dari  guru saya untuk bantu-bantu disana setelah kakak kelas saya tamat. Tapi pada waktu belum setahun penuh saya disana beliau telah menghadap pada Yang Maha Kuasa, saya masih ingat betul sosok beliau dan sampai sekarang saat saya melihat RS Sultan Agung saya selalu tersadar bahwa ini tempat terakhir beliau dirawat sebelum akhirnya dibawa pulang dan menghadap pada yang Maha Kuasa.
Pada tahun ajaran kedua saya memberanikan diri untuk tinggal di ndalem rumah beliau. Disana saya mulai menemukan keluarga baru yang sangat menyayangi saya seperti keluarga sendiri. Bahkan sampai saat ini jika saya pulang selalu menyempatkan kerumah beliau. Jika liburan saya juga selalu menginap diirumah beliau. Saya sudah menyayangi mereka dan manganggap mereka orang yang sangat berjasa atas masa depan saya. Setelah selesai UN saya mulai mencari-cari informasi tentang perguruan tinggi. Dulu saya sangat berharap bisa melanjutkan di UNAIR tatapi mungkin karena belum jodohnya disana akhirnya masuk di IAIN Walisongo. Tetapi saya berterimakasih pada kakak Mahasiswa UNAIR yang telah baik. Mereka  mau membantu mendaftarkan dan mencarikan kenalan di Semarang untuk mencari tempat tinggal sementara. Saat saya masih gaptek (gagap teknologi) mereka mau membantu mendaftarkan lewat online walaupun tidak pernah bertemu. Saya sangat berterimakasih pada mereka semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan lebih baik.
Sejak dulu saya berusaha optimis apapun yang terjadi. Mungkin saya pernah mengalami kegagalan tetapi itu semua tidak membuat saya putus harapan. Saya mencoba mencari setiap titik temu yang ada. Saya yakin Allah Maha Pengasih, Maha Mengetahui kebutuhan hamba-Nya. Dari kejadian-kejadian itu semua   mendewasakan agar menjadi orang yang lebih bijaksana.
Saya insyaallah akan menjadi sarjana perempuan pertama di desa saya. Makanya saya tidak boleh main-main saja tanpa ada yang didapatkan. Saya berharap dapat menjadi motivasi bagi mereka bahwa wanita itu juga bisa. Anak desa tidak cukup berpendidikan sampai MA/SMA saja tetapi juga mempunyai hak yang sama dengan anak yang peradabannya sudah tergolong maju. Saya senang jika pulang dapat menjadi wanita inspirasi, menjadi contoh yang baik dan saya berharap dapat merubah pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Jika saya sering diomongi apa gunanya wanita sekolah tinggi-tinggi saya ingin menunjukkan mencari ilmu itu bukan hanya untuk laki-laki, untuk orang kaya tetapi pendidikan itu hak semua manusia tanpa terkecuali. Saya ingin menunjukkan dengan pendidikan pola pemikiran akan semakin maju dan pengetahuan semakin luas.
Sekarang saya melanjutkan di IAIN Walisongo Semarang. Di sini saya baru semester 2, mungkin masih tergolong baru tetapi saya mulai mencoba memahami lingkungan, berusaha sebisa mungkin semangat dalam belajar karena itu yang diamanahkan kedua orang tua. Saya selalu termotivasi kata-kata mereka “biar kami tidak bisa membaca, bodoh tetapi anaknya itu pintar”. Mungkin jika saya belajar hanya untuk main-main telah mendustakan kepercayaan mereka. Saya mulai mencoba berorganisasi tetapi di lembaga tersebut kurang nyaman dan akhirnya mulai malas dan sekarang menjadi anggota TLC Walisongo. Saya juga pernah mencoba belajar bersama dengan seorang anak tatapi pada waktu liburan pergi kerumah kakeknya dan setiap saya kesana selalu tidak ada akhirnya saya tidak lagi datang kesana. Mengenai cita-cita saya mungkin senurut sebagian besar orang tidak menarik karena tidak seperti cita-cita teman-teman yang punya harapan besar mempunyai sekolah, menjadi dosen, mempu, bekerja diperusahaan ternama, menjadi penulis terkenal dan lainnya yang sekirannya itu membuka peluang sukses dalam hidupnya. Berbeda dengan saya yang mempunyai cita-cita sederhana. Aku hanya ingin menjadi seorang guru dan mempunyai Yayasan Panti asuhan dimana saya bisa memperhatikan mereka seperti orang tua kandung. Mungkin itu kebahagiaanku karena menjaga mereka, peduli terhadap mereka itu menjadi keharusan. Makna kesuksesan bagi saya bukanlah orang yang berhasil melimpahkan harta, tetapi dapat merasakan kehudupan orang-orang yang kurang beruntung dimana saya dapat diterima menjadi bagian hidup mereka. Saya selalu memandang keberhasilan bukan dari nilai sebuah kertas tetapi bagaimana kita dapat mengaplikasikan dan bermanfaat bagi sesama.
 Saya berharap sosok laki-laki yang sederhana, dia tak harus tampan tetapi baik antara dunia dan akhiratnya. Dia tidak pernah marah tetapi dapat memahami apa yang saya harapkan. Dia juga tidak harus kaya tetapi cukuplah mengajar ilmu agama dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Dia suka membantu dan peduli terhadap sesama. Dia bisa menuntun kebaikan dalam kehidupan. Selain itu saya berharap dapat berangkat bersama keluarga ke Baitullah. Jika nama saya sudah ada disana, maka saya ingin segera mengunjunginya. Mungkin sekianlah biografi saya terimakasih.


---

                  Sebaik-baik orang adalah yang dapat bermanfaat bagi orang lain.