Jumat, 20 Mei 2016

peran kepala sekolah/madrasah dalam peningkatan mutu pendidikan



I.                   PENDAHULUAN
Mutu dalam dunia pendidikan menjadi agenda penting. Ini dikarenakan dengan mutu sebuah sekolah dapat dinilai baik dan buruk dan dapat bertolak apakah sekolah tersebut sukses ataukah mengalami kegagalan. Walaupun mutu pendidikan tidak dapat diukur dan akan selalu berubah, setidaknya apa yang telah diperoleh diupayakan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Apabila telah memenuhi target, bagaimana caranya mutu tersebut dapat dipertahankan eksistensinya dalam pengembangan sumber daya manusia terdidik yang mampu menjadi harapan bangsa.
Dalam dunia pendidikan, peningkatan mutu menjadi hal yang sangat urgen. Tetapi dalam kenyatannya banyak sekali masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan bagi guru, dan lain sebagainya. Khususnya dalam hal mutu pengajaran,
Sebagaimana peran kepala sekolah sebagai supervisor, ia berkewajiban untuk meningkatkan mutu pengajaran melalui pembinaan para guru agar menjadi pendidik dan pengajar yang baik dan memiliki kompetensi. Bagi guru yang baik agar dapat dipertahankan kualitasnya dan bagi guru yang belum baik dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Sementara itu bagi guru baik yang sudah baik maupun yang belum baik harus diupayakan agar tidak ketinggalan zaman dalam proses pembelajaran maupun materi yang diajarkan. Dalam makalah ini akan dijelaskan terkait Peran Kepala Sekolah/ madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Konsep Dasar Kepemimpinan Kepala Sekolah/ Madrasah?
B.     Apa pengertian Mutu Pendidikan dan Standar Mutu Sekolah?
C.     Bagaimana Peran Kepala Sekolah/ Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan?
D.    Bagaimana Strategi Peningkatan Mutu Sekolah/Madrasah?

III.             PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Kepemimpinan Kepala Sekolah/ Madrasah
1.      Pengertian Kepemimpinan Kepala sekolah/ Madrasah
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok atau organisasi.[1]
Kepemimpinan secara luas didefinisikan sebagai proses-proses yang mempengaruhi interpretasi mengenai perstiwa-peristiwa para pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok atau orang, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas tersebut, pemeliharaan hubungan, kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dari kerjasama dari orang-orang yang berada diluar kelompok atau orang. Menurut Owens (1991), menegaskan bahwa kepemimpinan adalah dimensi hubungan sosial dalam organisasi dalam rangka memberikan pengaruh antara individu atau kelompok melalui interaksi sosial, mengidentifikasi kepemimpinan dan lain sebagainya.
Kepala sekolah atau kepala madrasah adalah salah satu personel sekolah madrasah yang membimbing dan memiliki tanggungjawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader. [2]
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan supriadi (1998:346) bahwa: “Erat hubungan antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik. Dalam hal itu kepala sekolah bertanggungjawab atas manajemen pendidikan secara mikro yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencara, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
2.      Syarat Menjadi Kepala Sekolah
Kepala sekolah atau kepala madrasah sebagai seorang pemimpin memiliki banyak tanggungjawab yang harus diselesaikan dalam mewujudkan tujuan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, seorang kepala sekolah harus (1) memiliki wawasan jauh ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar cara yang akan ditempuh (strategi), (2) Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan sekolah, (3) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil, (4) memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada, (4) memiliki toleransi terhadap perbedaan bagi setiap orang, (6) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah atau kepala madrasah. Bagi seorang kepala sekolah atau kepala madrasah, memimpin adalah kegiatan memengaruhi. Kepemimpinan bukan jabatan, posisi atau bagan air, tetapi merupakan suatu kehidupan yang memengaruhi kehidupan orang lain. [3]
Kepala sekolah atau madrasah adalah seorang guru yang memiliki tambahan tugas untuk membina dan memimpin anggotanya untuk mencapai tujuan. Agar seseorang layak menjadi kepala sekolah atau kepala madrasah hendaknya memenuhi beberapa syarat diantaranya:
1.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan modal dasar untuk melaksanakan tugasnya secara professional. Kompetensi ini berupa kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan akhlak mulia. Seorang kepala sekolah yang telah memiliki kepribadian akan menjadi sosok panutan atau teladan bagi warga sekolah.
2.      Kompetensi Manajerial
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mempunyai empat kompetensi dan keterampilan utama dalam menajerial organisasi, yaitu ketrampilan membuat perencanaan, keterampilan mengorganisasi sumberdaya, keterampilan melaksanakan kegiatan, dan keterampilan melakukan pengendalian dan evaluasi. Empat keterampilan manajerial kepala sekolah diantaranya: keterampilan melakukan perencanaan, keterampilan melakukan pengorganisasian, kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, kepala sekolah harus mampu melakukan tugas-tugas pengawasan dan pengendalian.
3.      Kompetensi Sosial
Sekolah merupakan organisasi pembelajar (learning organization) di mana sekolah selalu berhadapan dengan stake holder. Kemampuan yang diperlukan untuk berhadapan dengan stakeholder adalah kemampun berkomunikasi dan berinteraksi yang efektif agar terbina hubungan yang baik antara sekolah dengan orang tua, sekolah dengan kantor/dinas yang membawahinya maka kepala sekolah harus mampu mengkomunikasikannya. Setiap kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih pasti membutuhkan komunikasi. Pembagian kerja administrasi dalam manajemen pendidikan yang meliputi 6 substansi manajemen pendidikan juga memerlukan komunikasi. Ketrampilan berkomunikasi sangat diperlukan dalam membina hubungan sosial.
4.      Kompetensi Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan bakat, rekayasa, dan peluang yang ada. Dimensi kompetensi kewirausahaan dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 terdiri atas lima kompetensi, yaitu: (1) menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah; (2) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; (3) memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah; (4) pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah; dan (5) memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik. Ranah kompetensi nomor 1 sampai dengan nomor 4 merupakan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah di seluruh jenjang pendidikan. Sedangkan ranah ke-5, yang harus memiliki adalah kepala SMK karena bidang kegiatan pendidikan di SMK diantaranya mengelola kegiatan produksi/jasa.[4]
5.      Kompetensi Supervisi
Supervisi dalam pengertian intinya adalah kegiatan membantu guru bukan hanya untuk memvonis guru (benar atau salah). Kegiatan membantu guru harus dilakukan secara terencana dan sistematis bukan insidental sehingga dengan kegiatan supervisi kemampuan profesional guru dapat berkembang dengan optimal.
Dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi kompetensi supervisi terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2) melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Sementara itu Daryanto, menyebutkan ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang kepala sekolah, yang diantaranya:
1.      Aspek Akseptabilitas adalah aspek mengandalkan dukungan riil dari komunitas yang dipimpinnya.
2.      Aspek Kapabilitas adalah aspek yang menyangkut kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan.
3.      Aspek Integritas, integritas artinya komitmen moral dan berpegang teguh terhadap aturan main yang telah disepakati sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku. [5]
Selain ketiga kemampuan tersebut menurutnya seorang manajer dilembanga pendidikan harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yaitu: kecerdasan professional, personal, dan managerial. Berdasarkan buku Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada Madrasah Aliyah (2005), fungsi kepala sekolah atau madrasah dibagi menjadi empat fungsi yaitu:
1.      Fungsi sebagai Edukator, kepala sekolah bertugas pembinaan anak dan proses serta bermain secara efektif dan efisien.
2.      Fungsi Sebagai Manajer, fungsi manajer seorang kepala sekolah terdiri dari fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan.
3.      Fungsi sebagai Administrator, yaitu seotang kepala sekolah sebagai pemimpin pelaksanaan administrasi sekolah yang bertugas menyelenggarakan administrasi sekolah atau madrasah.
4.      Fungsi sebagai Supervisor, kepala sekolah bertugas menyelenggarakan ilmu pengatahuan dan supervisor. Salah satu tugas kepala sekolah sebaga supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Menurut Made Pidarta dalam bukunya “Supervisi Pendidikan Kontekstual”, dalam melaksanakan tugasnya seorang kepala sekolah memiliki lima tugas yaitu: kepala sekolah sebagai manajer, administrator, motor penggerak hubungan dengan masyarakat, pemimpin, dan sebagai supervisor.[6]
3.      Gaya dan Tipe Kepemimpinan
Pemimpin merupakan seorang yang dapat memengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam melaksankantugas bersama guna mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Proses memengaruhi ini akhirnya memunculkan suatu prototype gaya kepemimpinan, yaitu suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya, dan dari prototipe ini ada beberapa varian atau tipe kepemimpinan antara lain: a). tipe paternalistis, b). tipe militeristis, c). tipe otokratis, d). Tipe Laisses Freire, e). tipe administratif, f). tipe populistis, dan g). tipe demokratis.[7] Diantara tipe kepemimpinan tersebut sebagai berikut:
a). tipe paternalistis. Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
b). tipe militeristis. Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
c). tipe otokratis. Kepemimpinan secara otoriter artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri. Ia bertindak sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan menganggap mereka itu sebagai bawahan dan merupakan sebagai alat. Cara menggerakan para anggota organisasi dengan unsur-unsur paksaan dan ancaman pidana. Bawahan adanya hanya menurut dan menjalankan perintah atasan serta tidak boleh membantah, karena pimpinan secara ini tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
d). Tipe Laisses Freire. Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
e).Tipe administratif. Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.[8]
f). Tipe populistis. Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
g). Tipe demokratis. Demokratis (Group Developer). Tipe kepemimpinan yang demokratis merupakan tipe kepemimpinan yang mengacupada hubungan. Disini seorang pemimpin selalu mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijakasaan pemimpin akan merupakan hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif. Pemimpin sering turun ke bawah guna menggunakan informasi yang juga akan berguna untuk membuat kebijaksanaankebijaksanaan selanjutnya.
B.     Pengertian Mutu Pendidikan dan Standar Mutu Sekolah
1.      Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. (Tom Peters dan Nancy Austin, A Passion For Excellence, 1985). [9] Dalam KBBI, Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas. Dalam bahasa Inggris disebut “quality”, sedangkan dalam bahasa arab desebut “juudah”.
Mutu didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. [10] Dalam pespektif ini mutu biasa disebut sebagai mutu yang hanya  ada dimata orang yang melihatnya. Dalam hal jasa yang memberikan aprasiasi apakah sesuatu bermutu adalah pelanggan. Mutu menurut Juran ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Sedangkan menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Definisi konvensional mendefinisikan mutu sebagai karakteristik langsung dari suatu produk. Sedangkan definisi modern menjelaskan bahwa mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Dan menurut Petters, mutu yang didefinisikan pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Dan sesuatu produk dan jasa disebut bermutu apabila standar produk dan jasa (Kesesuaian dengan spesifikasi, kesesuaian dengan tujuan dan manfaat, dan tanpa cacat), dan standar pelanggan (kepuasan pelanggan, terpenuhi kebutuhan pelanggan dan menyenangkan pelanggan.
Dalam hal pendidikan, menurut Ahmad (1993) yang dikutip oleh Fatah Syukur, “mutu pendidikan sekolah adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma standar yang berlaku”.[11] Menurut Sukmadinata, pendidikan bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan yang sesua dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas pribadi, moral, pengetahuan maupun kompetensi kerja. 
Bagi setiap institusi,pendidikan, mutu adalah agenda utama. Meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Banyak orang yang kesulitan dalam mendefinisikan mutu karena mutu hanya bisa diketahui oleh orang yang mengalaminya. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.[12]
Mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dengan keyakinan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status ditengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras. Dengan mutu sebuah lembaga dapat dinilai bak dan buruk. Selain itu dengan mutu lembaga akan dapat meningkatkan eksistensinya dalam upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi institusi yang digunakan untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Kebebasan yang baik harus disesuaikan dengan akuntabilitas yang baik. Institusi-institusi harus mendemonstrasikan bahwa mereka mampu memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik. Dalam upaya pendemontrasian mutu itu harus disesuaikan dengan kenyataan jangan dipromosikan berlebihan tapi kenyataannya tidak sesuai. Penemuan mutu adalah petualangan yang harus diraih. Dengan adanya mutu yang baik setiap lembaga akan mencapai tujuan yang diharapkan.
2.      Standar Mutu Sekolah
Standar Mutu Sekolah adalah standar minimal dalam sebuah sistem pendidikan. Dalam wilayah Indonesia, standar tersebut dikenal dengan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan dalam PP No 32 Tahun 2013 ini berisi tentang 8 standar minimal yang harus dimiliki oleh seluruh lembaga pendidikan di Indonesia. 8 standar tersebut adalah Standar Kopetensi Lulusan, Standar Isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga Kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.[13]
a.       Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
b.      Standar Isi. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
c.       Standar Proses. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
d.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e.       Standar sarana dan Prasarana. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
f.       Standar Pengelolaan. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g.      Standar Pembiayaan. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
h.      Standar Penilaian. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik.
C.    PERAN KEPALA SEKOLAH/ MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan pimpinan tunggal di sekolah yan mempunyai tanggungjawab untuk mengajar dan mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam manajemen modern, seorang kepala sekolah harus berperan sebagai pengelola. Selain itu dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, yakni Planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), maka kepala sekolah harus berperan juga sebagai evaluator sekolah. [14]
Kepala sekolah dituntut untuk mampu memimpin sekaligus mengorganisir dan mengelola pelaksanaan program pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya. Dalam hal ini, seorang kepala sekolah harus mampu menjadi supervisor tim yang terdiri dari guru, staf, dan siswa untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga tercapai produktivitas belajar yang mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Selain sebagai supervisor, kepala sekolah juga harus mampu menjadi evaluator bagi program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi sangat perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, evaluasi yang dilakukan kepala sekolah hendaknya lebih banyak berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum dengan mengacu pada proses belajar mengajar yang produktif.
Berkaitan dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari perilaku pemimpin yang diciptakan, yaitu paternalistik, kepatuhan-kepatuhan semu, kemandirian dalam bekerja lemah. Consensus, dan menghindar (Gaffar,1985:3-4). [15] Perilaku paternalistik dalam kepemimpinan memunculkan sikap bawahan yang neggan mengungkapkan pikiran, pendapat dan kritik terhadap atasan karena khawatir dianggap menentang atasan. Perilaku kepemimpinan semu dalam kepemimpinan merupakan pengaruh paternalistik, selama sesorang masih menduduki posisi memimpinm maka loyalitas dan rasa hormat terhadap pribadi pimpinan tinggi, tetapi apabila seseorang tidak lagi menjabat, maka segala rasa hormat hilang bersama jabatannya. Perilaku kemandirian kurang karena telah terkondisi kebiasaan menunggu perintah dan intruksi atasan. Perilaku consensus sebenarnya produk musyawarah tetapi dalam kenyataannya sering dimanipulasi menjai arena penggarapan atau tekanan yang biasanya dilakukan secara informal atau diluar forum resmi. Dan perilaku menghindar menghasilkan sikap yang tidak sesuai antara kata dengan perbuatan dan respon bawahan tergantung pada tingkat kematangannya.
Dari berbagai uraian tersebut dapat dijelaskan bahwasannya gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan harapan yang tinggi bagi peningkatan kualitas pendidikan karena keberhasilan pemimpin disekolah akan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah harus mampu melaksanakan peran dan fungsinya sebagai supervisor kepada guru untuk mengembangkan profesi. Berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan, kepala sekolah tidak boleh bertindak sebagai manajer yang mengatur segala sesuatu tentang proses belajar-mengajar, tetapi harus tampil sebagai instructional leader (pemimpin pengajaran) yang harus mengawasi jalannya kegiatan belajar-mengajar disekolah yang dipimpinnya.
Ada beberapa klasifikasi terkait pendekatan dalam kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya:
a.      Studi Kepemimpinan Ohio State University
Penelitian Ohio State University (Hersey dan Blanchard, 1977: 95), mendeskripsikan bahwa tingkah laku yeng termasuk kategori konsiderasi dengan kategori inisiasi struktur satu sama lain saling tergantung (independent).
Low Structure and High Consideration
High Stucture And High Consideration
Low Structure And Low Consideration
High Structure And Low Consideration

Dengan mengkombinasikan dua dimensi struktur dan pertimbangan dapat dibedakan atas empat perilaku yang ditempuh oleh seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi dan struktur rendah, atau konsiderasi rendah dan struktur tinggi. Kepemimpinan lain yang terjadi adalah struktur dan konsiderasi sama-sama tinggi dan sama-sama rendah. Paduan terbaik dari empat kemungkinan pada gambar diatas adalah kondisi dimana “high structure” berpasangan dengan “high consideration”.

b.      Studi Kepemimpinan yang dikembangkan oleh Michigan University
Pusat Riset Survey Universitas Michigan dalam penelitiannya mengidentifikasikan dua konsep, yaitu orientasi produksi dan orientasi bawahan. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan, sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi sangat memperhatikan hasil dan aspek-aspek teknik kerja untuk kepentingan organisasi tanppa menghiraukan bawahan. Kedua tipe ini hampir sama dengan tipe demokrasi dan otoriter.
c.       Kepemimpinan Kontinum
Tanembaun dan Schimidt mengemukakan gaya kepemimpinan kontinum. Dalam gaya kepemimpinan kontinum ada gaya-gaya kepemimpinan yang berimbang antara penekanan pada perilaku otoriter dan perilaku demokratis. Dalam kepemimpinan kontinum ini, ada dua kutub yang eksterm, yaitu otoriter dan demikratis. Diantara dua kutub tersebut ada beberapa gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi dari sikap otriter dan sikap demokratis yang tersedia bagi pemimpin untuk digunakan pada situasi dan kondisi tertentu. Untuk memiliki gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi tertentu ada beberapa hal yang perlu dipetimbangkan, yaitu: (1) kekuatan-kekuatan yang ada pada pemimpin, (2) kekuatan-kekuatan yang ada dari bawahan, dan (3) kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan baik lingkungan sendiri maupun lingkungan masyarakat. [16]
Menurut teori kepemimpinan yang dikembangkan Fiedler dan Chemers menyimpulkan bahwa seorang menjadi pemimpin bukan saja Karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga dipengaruhi faktor situasi dan saling berhubungan antara pemimpin dan situasi. Dan efektif tidaknya orientasi kepemimpinan banyak bergantung pada tiga faktor : a) kualitas, b) derajat struktur tugas dan c) posisi kekuasaan pemimpin. Dan keberhasilan pemimpin tersebut tergantung pada diri pemimpin maupun pada kekuasaan organisasi. 
 Dari berbagai pemaparan yang telah disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin melakukan gaya yang berbeda. Tetapi pada saat tertentu pemimpin harus mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat dengan situasi kondisi yang terjadi  agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Mengingat hal demikian, sebenarnya tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik. Yang ada hanya hasilnya yang paling efektif yang mampu menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam kaitannya dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah, yang paling baik adaah yang berhasil menggerakkan bawahan untuk mencapai dan meningkatkan kualitas pendidikan.

D.    Strategi Peningkatan Mutu Sekolah/Madrasah
Perbaikan mutu berkesinambungan adalah ciri dalam manajemen pengendalian mutu. Untuk mengembangkan budaya mutu sekolah, kepala sekolah dituntut untuk terus mengadakan perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan dapat mengacu pada Siklus Deming dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengadakan riset pelanggan dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan).
2.      Menghasilkan produk pendidikan melalui proses pembalajaran (do).
3.      Memeriksa produk pendidikan melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai rencana atau belum (check).
4.      Memasarkan produk pendidikan dan menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat, pendidikan lanjutan, pemerintah dan dunia usaha (action).
5.      Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar, baik pada pendidikan lanjut ataupun di dunia usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analize).[17]
Goetch dan davis menyodorkan Checklist berupa langkah-langkah bagi manajer (kepala sekolah) yang bias digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan budaya mutu, yaitu:
1.      Identifikasi kebutuhan pelanggan.
2.      Menuangkan perubahan yang direncanakan, secara tertulis perubahan yang akan dilakukan harus dibuat daftar disertai penjelasannya.
3.      Mengembangkan rencana untuk membuat perubahan.
4.      Memahami proses transisi emosi.
5.      Identifikasi orang-orang kunci dan membujuk mereka agar mendukung perubahan.
Ada lima ide pendekatan peningkatan mutu (TQM) di lembaga pendidikan diantaranya:
1.      Pendekatan sistem
Pendekatan TQM tergantung pada pemahaman sistem organisasi. Dobbyns dan Crawford Mason menggambarkan tiga sistem utama yang menjadi tanggungjawab pemimpin sebagai seorang manajer, yaitu : sistem sosial/ budaya, sistem manajerial, dan sistem teknik. Jika bagian dari sebuah organisasi tidak mendukung bagian yang lain, maka organisasi tidak dapat memfokuskan pada manajemen mutu terpadu.
2.      Peralatan TQM
Peralatan TQM adalah suatu alat yang dapat membantu melihat peningkatan mutu. Kaoru Ishikawa mempopulerkan bagaimana cara membuat diagram dimana berbagai faktor menentukan baik atau buruk hasil dalam diagram tulang yang disebut juga diagram sebab akibat. Peralatan TQM yang lain adalah bechmarking atau membandingkan lembaga dan proses pendidikan kita sendiri dengan yang paling baik di dunia.
3.      Fokus pada pelanggan (stakeholders)
Mutu didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang sebenarnya. Dengan memfokuskan pada kebutuhan pelanggan seorang pemimpin dibantu anggotanya akan mampu meningkatkan kualitas mutu yang diharapkan pelanggan.
4.      Peran manajemen
Tugas sebagai seorang manajer adalah mencari dan mengoreksi penyebab kegagalan, bukan hanya mengidentifikasikan kegagalan setelah terjadi dan menyalahkan orang lain.
5.      Partisipasi karyawan
Membuat dukungan dan perhatian dari pimpinan tertinggai tetap merupakan kondisi yang perlu dalam sebuah lembaga pendidikan. Dalam hal ini pemimpin memberikan wewenang kepada bawahan atau anggota untuk membuat keputusan di semua tingkat dari organisasi tanpa meminta persetujuan manajer. Maksudnya disini seorang bawahan diberi wewenang untuk melakanakan tugas atau pekerjaan sebaik-baiknya.[18]

IV.             ANALISIS
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Sekolah. Dengan demikian seorang kepala sekolah harus sebagai agen perubahan sudah seharusnya memiliki kompetensi dan keterampilan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dalam kompetensi kepala sekolah, setidaknya ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk memaksimalkan perananya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Diantaranya kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kometensi sosial, kompetensi kewirasahaan, dan kompetensi supervisi.
Dalam Dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi kompetensi supervisi terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2) melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Dengan adanya kompetensi kepala sekolah tersebut penulis rasa seorang kepala sekolah akan mampu menjalankan fungsi kepala sekolah yang diantaranya: fungsi educator, fungsi manajer, fungsi administrator, dan fungsi supervisor.
Dalam lembaga pendidikan mutu menjadi agenda yang utama. Ini karena dengan mutu dpat dibedakan antara institusi yang memiliki kualitas dan yang tidak. Dengan era yang terus berkembang dan tuntutan zaman yang meminta institusi meningkatkan kualitas produk (siswanya),  banyak dari lembaga pendidikan yang kemudian melakukan inovasi-inovasi. Dengan adanya hal demikian diharapkan institusi ataupun lembaga tetap dapat bertahan dan semakin meningkatkan kinerjanya dalam mencetak generasi unggul yang memiliki daya saing dan produktivitas tinggi.
Untuk mewujudkan hal itu, faktor terpenting peningkatan mutu tidak terlepas dari peran seorang kepala sekolah. Dalam manajemen modern, seorang kepala sekolah harus berperan sebagai pengelola. Selain itu dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, yakni Planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), maka kepala sekolah harus berperan juga sebagai evaluator sekolah. Melihat fungsi –fungsi tersebut seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki keahlian untuk mengorganisir dan mengelola pelaksanaan program pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya. Dalam hal ini seorang kepala sekolah harus mampu menjadi supervisor tim yang terdiri dari guru, staf, dan siswa untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga tercapai produktivitas belajar yang mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk mampu mewujudkan misi tercapainya mutu pendidikan yang tinggi, seorang kepala sekolah harus menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Ada klasifikasi terkait pendekatan dalam kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya: (1) Studi Kepemimpinan Ohio State University,dalam pendekatan ini ada empat struktur yaitu Low Structure and High Consideration, Low Structure And Low Consideration, High Stucture And High Consideration, High Structure And Low Consideration. Dari keempat perilaku tersebut yang paling baik adalah kondisi dimana “high structure” berpasangan dengan “high consideration”. (2) Studi Kepemimpinan yang dikembangkan oleh Michigan University, pada pendekatan ini dijelaskan terkait orientasi produk dan orientasi bawahan. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan, sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi sangat memperhatikan hasil dan aspek-aspek teknik kerja untuk kepentingan organisasi tanppa menghiraukan bawahan. (3) Kepemimpinan Kontinum, dalam gaya kepemimpinan kontinum ada gaya-gaya kepemimpinan yang berimbang antara penekanan pada perilaku otoriter dan perilaku demokratis.
Dari hal itu dapat diketahui, untuk mencapai mutu yang baik seorang kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan tersendiri apakah dengan otoriter, demokrasi dan lain sebagainya menyesuaikan situasi dan kondisi dalam lembaga pendidikan tersebut.
Dalam peningkatan mutu pendidikan, harus diperhatikan beberapa strategi peningkatan mutu. Dengan strategi dan ide yang dilakukan untuk inovasi diharapkan lembaga pendidikan dapat memberikan kepuasan terhadap stakeholder (pelanggan pendidikan).

V.                KESIMPULAN
Kepala sekolah atau kepala madrasah adalah salah satu personel sekolah madrasah yang membimbing dan memiliki tanggungjawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader. Ada beberapa fungsi seorang kepala sekolah diantaranya:
1.      Fungsi sebagai Edukator
2.      Fungsi Sebagai Manajer
3.      Fungsi sebagai Administrator
4.      Fungsi sebagai Supervisor
Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. (Tom Peters dan Nancy Austin, A Passion For Excellence, 1985). Dalam KBBI, Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas. Dalam bahasa Inggris disebut “quality”, sedangkan dalam bahasa arab desebut “juudah”.
Bagi setiap institusi,pendidikan, mutu adalah agenda utama. Meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dengan keyakinan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status ditengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras
Faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan pimpinan tunggal di sekolah yan mempunyai tanggungjawab untuk mengajar dan mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam manajemen modern, seorang kepala sekolah harus berperan sebagai pengelola. Selain itu dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, yakni Planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), maka kepala sekolah harus berperan juga sebagai evaluator sekolah.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan harapan yang tinggi bagi peningkatan kualitas pendidikan karena keberhasilan pemimpin disekolah akan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah harus mampu melaksanakan peran dan fungsinya sebagai supervisor kepada guru untuk mengembangkan profesi. Ada beberapa klasifikasi terkait pendekatan dalam kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya: Studi Kepemimpinan Ohio State University, Studi Kepemimpinan yang dikembangkan oleh Michigan University, dan kepemimpinan kontinum.
Untuk memiliki gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi tertentu ada beberapa hal yang perlu dipetimbangkan, yaitu: (1) kekuatan-kekuatan yang ada pada pemimpin, (2) kekuatan-kekuatan yang ada dari bawahan, dan (3) kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan baik lingkungan sendiri maupun lingkungan masyarakat. Dari pemaparan tersebut jelas bahwa seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Ada beberapa strategi dalam peningkatan mutu pada Siklus Deming dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengadakan riset pelanggan dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan).
2.      Menghasilkan produk pendidikan melalui proses pembalajaran (do).
3.      Memeriksa produk pendidikan melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai rencana atau belum (check).

4.      produk pendidikan dan menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat, pendidikan lanjutan, pemerintah dan dunia usaha (action).

5.      Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pasar, baik pada pendidikan lanjut ataupun di dunia usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analize).

VI.             PENUTUP
Demikianlah makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis berharap pembaca berkenan memberikan kritik dan sarannya. Terimakasih atas perhatiannya. Apabila ada kekurangan penulis mohon maaf sebesar-besarnya.



DAFTAR PUSTAKA

Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.
Muhaimin, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Mutu, (Malang: UIN Maliki Press, 2010).
Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset),2011).
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Pidarta, Made, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009).
Sallis, Edward, Total Quality Manajement in Education Manajemen Mutu Pendidikan, ( Jogyakarta: IRCiSoD, 2010).
Setiawan, Bahar Agus & Abd. Muhith, Transformational Leadership Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013).
Syukur, Fatah, Rekonstruksi Supervisi Pendidikan, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015).
Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No 32 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Penddidikan



[1] Muhaimin, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Mutu, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 1.
[2] Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), hlm. 17.
[3] Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 25.
[5] Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills, hlm 22-23.
[6] Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hlm. 13.
[7] Bahar Agus Setiawan& Abd. Muhith, Transformational Leadership Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 21.
[9] Edward Sallis, Total Quality Manajement in Education Manajemen Mutu Pendidikan, ( Jogyakarta: IRCiSoD, 2010), hlm. 29.
[10] Edward Sallis, Total Quality Management in education, (Jogyakarta: IRCiSoD, 2008), hlm. 56.
[11] Fatah Syukur, Rekonstruksi Supervisi Pendidikan, (Semarang: CV.Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 160.
[12] Edwars Sallis, Total Quality Manajement in Education Manajemen Mutu Pendidikan. hlm. 30.
[13] Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No 32 tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Penddidikan.
[14] Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset),2011), hlm 181.
[15] Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, hlm 182.
[16] Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, hlm 186.
[17] Muhaimin, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Mutu, hlm 155.
[18] Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui Managerial Skills, hlm 210-213.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar