I.
PENDAHULUAN
Mutu dalam dunia pendidikan menjadi agenda penting. Ini
dikarenakan dengan mutu sebuah sekolah dapat dinilai baik dan buruk dan dapat
bertolak apakah sekolah tersebut sukses ataukah mengalami kegagalan. Walaupun mutu pendidikan tidak dapat diukur
dan akan selalu berubah, setidaknya apa yang telah diperoleh diupayakan sesuai
dengan target yang ingin dicapai. Apabila telah memenuhi target, bagaimana caranya mutu tersebut dapat
dipertahankan eksistensinya dalam pengembangan sumber daya manusia terdidik
yang mampu menjadi harapan bangsa.
Dalam dunia pendidikan, peningkatan mutu menjadi hal
yang sangat urgen. Tetapi dalam
kenyatannya banyak sekali masalah mutu yang dihadapi dalam dunia
pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan bagi
guru, dan lain sebagainya. Khususnya dalam hal mutu pengajaran,
Sebagaimana peran kepala sekolah sebagai supervisor, ia
berkewajiban untuk meningkatkan mutu pengajaran melalui pembinaan para guru
agar menjadi pendidik dan
pengajar yang baik dan memiliki kompetensi. Bagi guru yang baik agar dapat
dipertahankan kualitasnya dan
bagi guru yang belum baik dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Sementara itu
bagi guru baik yang sudah baik maupun yang belum baik harus diupayakan agar
tidak ketinggalan zaman dalam proses pembelajaran maupun materi yang diajarkan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan terkait Peran Kepala Sekolah/ madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana Konsep Dasar
Kepemimpinan Kepala Sekolah/ Madrasah?
B.
Apa pengertian Mutu
Pendidikan dan Standar Mutu Sekolah?
C.
Bagaimana Peran Kepala
Sekolah/ Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan?
D.
Bagaimana Strategi
Peningkatan Mutu Sekolah/Madrasah?
III.
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Kepemimpinan Kepala Sekolah/ Madrasah
1.
Pengertian Kepemimpinan
Kepala sekolah/ Madrasah
Kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai
peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas
untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kerja kelompok atau
organisasi.[1]
Kepemimpinan secara
luas didefinisikan sebagai proses-proses yang mempengaruhi interpretasi
mengenai perstiwa-peristiwa para pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi
kelompok atau orang, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas tersebut,
pemeliharaan hubungan, kerjasama dan teamwork, serta perolehan dukungan dari
kerjasama dari orang-orang yang berada diluar kelompok atau orang. Menurut
Owens (1991), menegaskan bahwa kepemimpinan adalah dimensi hubungan sosial
dalam organisasi dalam rangka memberikan pengaruh antara individu atau kelompok
melalui interaksi sosial, mengidentifikasi kepemimpinan dan lain sebagainya.
Kepala sekolah atau
kepala madrasah adalah salah satu personel sekolah madrasah yang membimbing dan
memiliki tanggungjawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala
sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala
sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader.
[2]
Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan supriadi (1998:346)
bahwa: “Erat hubungan antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek
kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan
menurunnya perilaku nakal peserta didik. Dalam hal itu kepala sekolah
bertanggungjawab atas manajemen pendidikan secara mikro yang secara langsung
berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian setiap kepala sekolah
dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara
terarah, berencara, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
2.
Syarat Menjadi Kepala
Sekolah
Kepala sekolah atau
kepala madrasah sebagai seorang pemimpin memiliki banyak tanggungjawab yang
harus diselesaikan dalam mewujudkan tujuan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, seorang kepala sekolah harus (1) memiliki wawasan
jauh ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta
paham benar cara yang akan ditempuh (strategi), (2) Memiliki kemampuan
mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan
atau memenuhi kebutuhan sekolah, (3) memiliki kemampuan mengambil keputusan
dengan terampil, (4) memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada, (4)
memiliki toleransi terhadap perbedaan bagi setiap orang, (6) memiliki kemampuan
memerangi musuh-musuh kepala sekolah atau kepala madrasah. Bagi seorang kepala
sekolah atau kepala madrasah, memimpin adalah kegiatan memengaruhi.
Kepemimpinan bukan jabatan, posisi atau bagan air, tetapi merupakan suatu
kehidupan yang memengaruhi kehidupan orang lain. [3]
Kepala sekolah atau
madrasah adalah seorang guru yang memiliki tambahan tugas untuk membina dan
memimpin anggotanya untuk mencapai tujuan. Agar seseorang layak menjadi kepala
sekolah atau kepala madrasah hendaknya memenuhi beberapa syarat diantaranya:
1.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian merupakan modal dasar untuk melaksanakan tugasnya secara
professional. Kompetensi ini berupa kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa,
arif, berwibawa, dan akhlak mulia. Seorang kepala sekolah yang telah memiliki
kepribadian akan menjadi sosok panutan atau teladan bagi warga sekolah.
2.
Kompetensi Manajerial
Sebagai seorang
manajer, kepala sekolah harus mempunyai empat kompetensi dan keterampilan utama dalam menajerial
organisasi, yaitu ketrampilan membuat perencanaan, keterampilan mengorganisasi
sumberdaya, keterampilan melaksanakan kegiatan, dan keterampilan melakukan
pengendalian dan evaluasi. Empat keterampilan manajerial kepala sekolah
diantaranya: keterampilan melakukan perencanaan, keterampilan melakukan
pengorganisasian, kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan, kepala sekolah harus mampu melakukan tugas-tugas
pengawasan dan pengendalian.
3.
Kompetensi Sosial
Sekolah merupakan
organisasi pembelajar (learning organization) di mana sekolah selalu
berhadapan dengan stake holder. Kemampuan yang diperlukan untuk berhadapan
dengan stakeholder adalah kemampun berkomunikasi dan berinteraksi yang efektif
agar terbina hubungan yang baik antara sekolah dengan orang tua, sekolah dengan
kantor/dinas yang membawahinya maka kepala sekolah harus mampu
mengkomunikasikannya. Setiap kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih
pasti membutuhkan komunikasi. Pembagian kerja administrasi dalam manajemen
pendidikan yang meliputi 6 substansi manajemen pendidikan juga memerlukan
komunikasi. Ketrampilan berkomunikasi sangat diperlukan dalam membina hubungan
sosial.
4.
Kompetensi Kewirausahaan
Kewirausahaan
merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan bakat, rekayasa, dan peluang
yang ada. Dimensi kompetensi kewirausahaan dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007
terdiri atas lima kompetensi, yaitu: (1) menciptakan inovasi yang berguna bagi
pengembangan sekolah/madrasah; (2) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; (3) memiliki
motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah; (4) pantang menyerah dan selalu mencari
solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah; dan (5)
memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa
sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik. Ranah kompetensi nomor 1
sampai dengan nomor 4 merupakan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan yang
harus dimiliki oleh kepala sekolah di seluruh jenjang pendidikan. Sedangkan
ranah ke-5, yang harus memiliki adalah kepala SMK karena bidang kegiatan
pendidikan di SMK diantaranya mengelola kegiatan produksi/jasa.[4]
5.
Kompetensi Supervisi
Supervisi dalam
pengertian intinya adalah kegiatan membantu guru bukan hanya untuk memvonis
guru (benar atau salah). Kegiatan membantu guru harus dilakukan secara
terencana dan sistematis bukan insidental sehingga dengan kegiatan supervisi
kemampuan profesional guru dapat berkembang dengan optimal.
Dalam Permendiknas
No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi kompetensi
supervisi terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan program
supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2)
melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik
terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Sementara itu
Daryanto, menyebutkan ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang
kepala sekolah, yang diantaranya:
1.
Aspek Akseptabilitas adalah
aspek mengandalkan dukungan riil dari komunitas yang dipimpinnya.
2.
Aspek Kapabilitas adalah
aspek yang menyangkut kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan.
3.
Aspek Integritas,
integritas artinya komitmen moral dan berpegang teguh terhadap aturan main yang
telah disepakati sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku. [5]
Selain ketiga kemampuan tersebut menurutnya seorang
manajer dilembanga pendidikan harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yaitu:
kecerdasan professional, personal, dan managerial. Berdasarkan buku Standar
Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada Madrasah Aliyah (2005), fungsi kepala
sekolah atau madrasah dibagi menjadi empat fungsi yaitu:
1.
Fungsi sebagai Edukator,
kepala sekolah bertugas pembinaan anak dan proses serta bermain secara efektif
dan efisien.
2.
Fungsi Sebagai Manajer,
fungsi manajer seorang kepala sekolah terdiri dari fungsi perencanaan, fungsi
pengorganisasian, fungsi pelaksanaan.
3.
Fungsi sebagai
Administrator, yaitu seotang kepala sekolah sebagai pemimpin pelaksanaan
administrasi sekolah yang bertugas menyelenggarakan administrasi sekolah atau
madrasah.
4.
Fungsi sebagai Supervisor,
kepala sekolah bertugas menyelenggarakan ilmu pengatahuan dan supervisor. Salah
satu tugas kepala sekolah sebaga supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Menurut Made Pidarta dalam bukunya “Supervisi
Pendidikan Kontekstual”, dalam melaksanakan tugasnya seorang kepala sekolah
memiliki lima tugas yaitu: kepala sekolah sebagai manajer, administrator, motor
penggerak hubungan dengan masyarakat, pemimpin, dan sebagai supervisor.[6]
3.
Gaya dan Tipe Kepemimpinan
Pemimpin merupakan
seorang yang dapat memengaruhi kelompok yang dipimpinnya dalam melaksankantugas
bersama guna mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Proses
memengaruhi ini akhirnya memunculkan suatu prototype gaya kepemimpinan, yaitu
suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya, dan
dari prototipe ini ada beberapa varian atau tipe kepemimpinan antara lain: a).
tipe paternalistis, b). tipe militeristis, c). tipe otokratis, d). Tipe Laisses
Freire, e). tipe administratif, f). tipe populistis, dan g). tipe demokratis.[7]
Diantara tipe kepemimpinan tersebut sebagai berikut:
a). tipe paternalistis. Kepemimpinan paternalistik
lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat
sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka
bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada
bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan
atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu
bersikap maha tahu dan maha benar.
b). tipe militeristis. Tipe kepemimpinan
militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun
sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan
sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang
bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi
formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
(4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6)
komunikasi hanya berlangsung searah.
c). tipe otokratis. Kepemimpinan
secara otoriter artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri.
Ia bertindak sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan
menganggap mereka itu sebagai bawahan dan merupakan sebagai alat. Cara
menggerakan para anggota organisasi dengan unsur-unsur paksaan dan ancaman pidana.
Bawahan adanya hanya menurut dan menjalankan perintah atasan serta tidak boleh
membantah, karena pimpinan secara ini tidak mau menerima kritik, saran dan
pendapat.
d). Tipe Laisses Freire. Pada
tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan
tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai
wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi
kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai
pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem
nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan
kacau balau.
e).Tipe administratif. Kepemimpinan
tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas
administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari
teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan
dinamika modernisasi dan pembangunan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan
adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial
ditengah masyarakat.[8]
f). Tipe populistis. Kepemimpinan
populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak
mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan
jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
g). Tipe demokratis. Demokratis
(Group Developer). Tipe kepemimpinan yang demokratis merupakan tipe
kepemimpinan yang mengacupada hubungan. Disini seorang pemimpin selalu
mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijakasaan pemimpin akan
merupakan hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif.
Pemimpin sering turun ke bawah guna menggunakan informasi yang juga akan
berguna untuk membuat kebijaksanaankebijaksanaan selanjutnya.
B.
Pengertian Mutu Pendidikan
dan Standar Mutu Sekolah
1.
Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu
adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. (Tom Peters
dan Nancy Austin, A Passion For Excellence, 1985). [9]
Dalam KBBI, Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau
derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas. Dalam bahasa Inggris
disebut “quality”, sedangkan dalam bahasa arab desebut “juudah”.
Mutu didefinisikan
sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
[10]
Dalam pespektif ini mutu biasa disebut sebagai mutu yang hanya ada dimata orang yang melihatnya. Dalam hal
jasa yang memberikan aprasiasi apakah sesuatu bermutu adalah pelanggan. Mutu
menurut Juran ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Sedangkan menurut Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Definisi
konvensional mendefinisikan mutu sebagai karakteristik langsung dari suatu
produk. Sedangkan definisi modern menjelaskan bahwa mutu adalah segala sesuatu
yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan.
Dan menurut
Petters, mutu yang didefinisikan pelanggan jauh lebih penting dibandingkan
harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Dan sesuatu produk dan jasa
disebut bermutu apabila standar produk dan jasa (Kesesuaian dengan spesifikasi,
kesesuaian dengan tujuan dan manfaat, dan tanpa cacat), dan standar pelanggan
(kepuasan pelanggan, terpenuhi kebutuhan pelanggan dan menyenangkan pelanggan.
Dalam hal
pendidikan, menurut Ahmad (1993) yang dikutip oleh Fatah Syukur, “mutu
pendidikan sekolah adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara
operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan
sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut
norma standar yang berlaku”.[11]
Menurut Sukmadinata, pendidikan bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan
lulusan yang sesua dengan harapan masyarakat, baik dalam kualitas pribadi,
moral, pengetahuan maupun kompetensi kerja.
Bagi setiap institusi,pendidikan,
mutu adalah agenda utama. Meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling
penting. Banyak orang yang kesulitan dalam mendefinisikan mutu karena mutu
hanya bisa diketahui oleh orang yang mengalaminya. Walaupun demikian, ada
sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan
teka-teki. Mutu dianggap sebagai hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur.
Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam
pandangan orang lain, sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki
kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.[12]
Mutu merupakan suatu hal yang membedakan
antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dengan keyakinan tersebut, mutu
dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan
kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan
menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status ditengah-tengah persaingan
dunia pendidikan yang kian keras. Dengan mutu sebuah lembaga dapat dinilai bak
dan buruk. Selain itu dengan mutu lembaga akan dapat meningkatkan eksistensinya
dalam upaya mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi
institusi yang digunakan untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui
usahanya sendiri. Kebebasan yang baik harus disesuaikan dengan akuntabilitas
yang baik. Institusi-institusi harus mendemonstrasikan bahwa mereka mampu
memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik. Dalam upaya
pendemontrasian mutu itu harus disesuaikan dengan kenyataan jangan dipromosikan
berlebihan tapi kenyataannya tidak sesuai. Penemuan mutu adalah petualangan
yang harus diraih. Dengan adanya mutu yang baik setiap lembaga akan mencapai
tujuan yang diharapkan.
2. Standar Mutu Sekolah
Standar Mutu Sekolah adalah standar minimal dalam
sebuah sistem pendidikan. Dalam wilayah Indonesia, standar tersebut dikenal
dengan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan dalam PP No 32
Tahun 2013 ini berisi tentang 8 standar minimal yang harus dimiliki oleh seluruh
lembaga pendidikan di Indonesia. 8 standar tersebut adalah Standar Kopetensi
Lulusan, Standar Isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga Kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.[13]
a. Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan adalah
kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
b. Standar Isi. Standar Isi adalah kriteria
mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
c.
Standar Proses. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran
pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
d.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan
dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e. Standar sarana dan Prasarana. Standar Sarana
dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi.
f.
Standar Pengelolaan. Standar Pengelolaan adalah kriteria
mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar
tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g.
Standar Pembiayaan. Standar Pembiayaan adalah kriteria
mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun.
h. Standar Penilaian. Standar Penilaian Pendidikan
adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar Peserta Didik.
C. PERAN KEPALA SEKOLAH/ MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU
PENDIDIKAN
Faktor penting yang besar
pengaruhnya terhadap mutu pendidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan. Kepala sekolah merupakan pimpinan tunggal di sekolah yan mempunyai
tanggungjawab untuk mengajar dan mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan di sekolah untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan
sekolah. Dalam manajemen modern, seorang kepala sekolah harus berperan sebagai
pengelola. Selain itu dilihat dari fungsi-fungsi
manajemen, yakni Planning (perencanaan),
organizing (pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), maka
kepala sekolah harus berperan juga sebagai evaluator sekolah. [14]
Kepala sekolah dituntut untuk mampu memimpin sekaligus
mengorganisir dan mengelola pelaksanaan program pembelajaran di sekolah yang
dipimpinnya. Dalam hal ini, seorang kepala sekolah harus mampu menjadi
supervisor tim yang terdiri dari guru, staf, dan siswa untuk mewujudkan proses
belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga tercapai produktivitas
belajar yang mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Selain sebagai supervisor, kepala sekolah juga harus
mampu menjadi evaluator bagi program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi
sangat perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, evaluasi yang dilakukan kepala sekolah
hendaknya lebih banyak berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum dengan mengacu
pada proses belajar mengajar yang produktif.
Berkaitan dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah
dalam peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari perilaku pemimpin
yang diciptakan, yaitu paternalistik, kepatuhan-kepatuhan semu, kemandirian
dalam bekerja lemah. Consensus, dan menghindar (Gaffar,1985:3-4). [15]
Perilaku paternalistik dalam kepemimpinan memunculkan sikap bawahan yang neggan
mengungkapkan pikiran, pendapat dan kritik terhadap atasan karena khawatir
dianggap menentang atasan. Perilaku kepemimpinan semu dalam kepemimpinan
merupakan pengaruh paternalistik, selama sesorang masih menduduki posisi
memimpinm maka loyalitas dan rasa hormat terhadap pribadi pimpinan tinggi,
tetapi apabila seseorang tidak lagi menjabat, maka segala rasa hormat hilang
bersama jabatannya. Perilaku kemandirian kurang karena telah terkondisi
kebiasaan menunggu perintah dan intruksi atasan. Perilaku consensus sebenarnya
produk musyawarah tetapi dalam kenyataannya sering dimanipulasi menjai arena
penggarapan atau tekanan yang biasanya dilakukan secara informal atau diluar
forum resmi. Dan perilaku menghindar menghasilkan sikap yang tidak sesuai
antara kata dengan perbuatan dan respon bawahan tergantung pada tingkat
kematangannya.
Dari berbagai uraian tersebut dapat dijelaskan
bahwasannya gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan harapan yang tinggi bagi
peningkatan kualitas pendidikan karena keberhasilan pemimpin disekolah akan
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa. Sehubungan
dengan itu, kepala sekolah harus mampu melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
supervisor kepada guru untuk mengembangkan profesi. Berkaitan dengan
peningkatan kualitas pendidikan, kepala sekolah tidak boleh bertindak sebagai
manajer yang mengatur segala sesuatu tentang proses belajar-mengajar, tetapi
harus tampil sebagai instructional leader (pemimpin pengajaran) yang harus
mengawasi jalannya kegiatan belajar-mengajar disekolah yang dipimpinnya.
Ada beberapa klasifikasi terkait pendekatan dalam
kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya:
a. Studi Kepemimpinan Ohio State University
Penelitian Ohio State University
(Hersey dan Blanchard, 1977: 95), mendeskripsikan bahwa tingkah laku yeng
termasuk kategori konsiderasi dengan kategori inisiasi struktur satu sama lain
saling tergantung (independent).
Low
Structure and High Consideration
|
High
Stucture And High Consideration
|
Low
Structure And Low Consideration
|
High
Structure And Low Consideration
|
Dengan mengkombinasikan dua dimensi
struktur dan pertimbangan dapat dibedakan atas empat perilaku yang ditempuh
oleh seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi dan
struktur rendah, atau konsiderasi rendah dan struktur tinggi. Kepemimpinan lain
yang terjadi adalah struktur dan konsiderasi sama-sama tinggi dan sama-sama
rendah. Paduan terbaik dari empat kemungkinan pada gambar diatas adalah kondisi
dimana “high structure” berpasangan dengan “high consideration”.
b. Studi Kepemimpinan yang dikembangkan oleh Michigan
University
Pusat Riset Survey Universitas Michigan dalam
penelitiannya mengidentifikasikan dua konsep, yaitu orientasi produksi dan
orientasi bawahan. Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat
memperhatikan bawahan, sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi
sangat memperhatikan hasil dan aspek-aspek teknik kerja untuk kepentingan
organisasi tanppa menghiraukan bawahan. Kedua tipe ini hampir sama dengan tipe
demokrasi dan otoriter.
c. Kepemimpinan Kontinum
Tanembaun dan Schimidt mengemukakan
gaya kepemimpinan kontinum. Dalam gaya kepemimpinan kontinum ada gaya-gaya
kepemimpinan yang berimbang antara penekanan pada perilaku otoriter dan
perilaku demokratis. Dalam kepemimpinan kontinum ini, ada dua kutub yang eksterm, yaitu otoriter dan demikratis. Diantara dua kutub
tersebut ada beberapa gaya kepemimpinan yang merupakan kombinasi dari sikap
otriter dan sikap demokratis yang tersedia bagi pemimpin untuk digunakan pada
situasi dan kondisi tertentu. Untuk memiliki gaya kepemimpinan yang efektif
sesuai dengan situasi tertentu ada beberapa hal yang perlu dipetimbangkan,
yaitu: (1) kekuatan-kekuatan yang ada pada pemimpin, (2) kekuatan-kekuatan yang
ada dari bawahan, dan (3) kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan baik
lingkungan sendiri maupun lingkungan masyarakat. [16]
Menurut teori kepemimpinan yang dikembangkan
Fiedler dan Chemers menyimpulkan bahwa seorang menjadi pemimpin bukan saja
Karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga dipengaruhi faktor situasi
dan saling berhubungan antara pemimpin dan situasi. Dan efektif tidaknya
orientasi kepemimpinan banyak bergantung pada tiga faktor : a) kualitas, b)
derajat struktur tugas dan c) posisi kekuasaan pemimpin. Dan keberhasilan
pemimpin tersebut tergantung pada diri pemimpin maupun pada kekuasaan
organisasi.
Dari berbagai pemaparan yang telah disebutkan maka
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap pemimpin melakukan gaya yang
berbeda. Tetapi pada saat tertentu pemimpin harus mampu menerapkan gaya
kepemimpinan yang paling tepat dengan situasi kondisi yang terjadi agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Mengingat hal demikian, sebenarnya tidak ada gaya kepemimpinan yang paling
baik. Yang ada hanya hasilnya yang paling efektif yang mampu menggerakkan
bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam kaitannya dengan
gaya kepemimpinan kepala sekolah, yang paling baik adaah yang berhasil
menggerakkan bawahan untuk mencapai dan meningkatkan kualitas pendidikan.
D.
Strategi Peningkatan
Mutu Sekolah/Madrasah
Perbaikan mutu
berkesinambungan adalah ciri dalam manajemen pengendalian mutu. Untuk
mengembangkan budaya mutu sekolah, kepala sekolah dituntut untuk terus
mengadakan perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan dapat mengacu pada Siklus Deming
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengadakan riset pelanggan
dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan).
2.
Menghasilkan produk
pendidikan melalui proses pembalajaran (do).
3.
Memeriksa produk pendidikan
melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai
rencana atau belum (check).
4.
Memasarkan produk
pendidikan dan menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat,
pendidikan lanjutan, pemerintah dan dunia usaha (action).
5.
Menganalisis bagaimana
produk tersebut diterima di pasar, baik pada pendidikan lanjut ataupun di dunia
usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analize).[17]
Goetch dan davis menyodorkan Checklist berupa
langkah-langkah bagi manajer (kepala sekolah) yang bias digunakan sebagai
pedoman untuk mengembangkan budaya mutu, yaitu:
1.
Identifikasi kebutuhan pelanggan.
2.
Menuangkan perubahan yang
direncanakan, secara tertulis perubahan yang akan dilakukan harus dibuat daftar
disertai penjelasannya.
3.
Mengembangkan rencana untuk
membuat perubahan.
4.
Memahami proses transisi
emosi.
5.
Identifikasi orang-orang
kunci dan membujuk mereka agar mendukung perubahan.
Ada lima ide pendekatan peningkatan mutu (TQM) di lembaga pendidikan
diantaranya:
1.
Pendekatan sistem
Pendekatan TQM
tergantung pada pemahaman sistem organisasi. Dobbyns dan Crawford Mason
menggambarkan tiga sistem utama yang menjadi tanggungjawab pemimpin sebagai
seorang manajer, yaitu : sistem sosial/ budaya, sistem manajerial, dan sistem
teknik. Jika bagian dari sebuah organisasi tidak mendukung bagian yang lain,
maka organisasi tidak dapat memfokuskan pada manajemen mutu terpadu.
2.
Peralatan TQM
Peralatan TQM
adalah suatu alat yang dapat membantu melihat peningkatan mutu. Kaoru Ishikawa
mempopulerkan bagaimana cara membuat diagram dimana berbagai faktor menentukan
baik atau buruk hasil dalam diagram tulang yang disebut juga diagram sebab
akibat. Peralatan TQM yang lain adalah bechmarking atau membandingkan lembaga
dan proses pendidikan kita sendiri dengan yang paling baik di dunia.
3.
Fokus pada pelanggan (stakeholders)
Mutu didefinisikan
sebagai kemampuan suatu produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
yang sebenarnya. Dengan memfokuskan pada kebutuhan pelanggan seorang pemimpin
dibantu anggotanya akan mampu meningkatkan kualitas mutu yang diharapkan pelanggan.
4.
Peran manajemen
Tugas sebagai
seorang manajer adalah mencari dan mengoreksi penyebab kegagalan, bukan hanya
mengidentifikasikan kegagalan setelah terjadi dan menyalahkan orang lain.
5.
Partisipasi karyawan
Membuat dukungan
dan perhatian dari pimpinan tertinggai tetap merupakan kondisi yang perlu dalam
sebuah lembaga pendidikan. Dalam hal ini pemimpin memberikan wewenang kepada
bawahan atau anggota untuk membuat keputusan di semua tingkat dari organisasi
tanpa meminta persetujuan manajer. Maksudnya disini seorang bawahan diberi
wewenang untuk melakanakan tugas atau pekerjaan sebaik-baiknya.[18]
IV.
ANALISIS
Kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu
pendidikan di Sekolah. Dengan demikian seorang kepala sekolah harus sebagai
agen perubahan sudah seharusnya memiliki kompetensi dan keterampilan dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Dalam kompetensi kepala sekolah, setidaknya ada
lima kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk memaksimalkan
perananya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Diantaranya kompetensi
kepribadian, kompetensi manajerial, kometensi sosial, kompetensi kewirasahaan,
dan kompetensi supervisi.
Dalam Dalam
Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang kompetensi kepala sekolah, dimensi
kompetensi supervisi terdiri atas tiga kompetensi, yaitu: (1) merencanakan
program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2)
melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat; dan (4) menindaklanjuti hasil supervisi akademik
terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Dengan adanya
kompetensi kepala sekolah tersebut penulis rasa seorang kepala sekolah akan
mampu menjalankan fungsi kepala sekolah yang diantaranya: fungsi educator,
fungsi manajer, fungsi administrator, dan fungsi supervisor.
Dalam lembaga
pendidikan mutu menjadi agenda yang utama. Ini karena dengan mutu dpat
dibedakan antara institusi yang memiliki kualitas dan yang tidak. Dengan era
yang terus berkembang dan tuntutan zaman yang meminta institusi meningkatkan
kualitas produk (siswanya), banyak dari
lembaga pendidikan yang kemudian melakukan inovasi-inovasi. Dengan adanya hal
demikian diharapkan institusi ataupun lembaga tetap dapat bertahan dan semakin
meningkatkan kinerjanya dalam mencetak generasi unggul yang memiliki daya saing
dan produktivitas tinggi.
Untuk mewujudkan
hal itu, faktor terpenting peningkatan mutu tidak terlepas dari peran seorang
kepala sekolah. Dalam manajemen modern, seorang kepala sekolah harus
berperan sebagai pengelola. Selain itu dilihat dari fungsi-fungsi manajemen,
yakni Planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), dan controlling
(pengawasan), maka kepala sekolah harus berperan juga sebagai evaluator
sekolah. Melihat fungsi –fungsi tersebut seorang kepala sekolah dituntut untuk
memiliki keahlian untuk mengorganisir dan mengelola pelaksanaan program
pembelajaran di sekolah yang dipimpinnya. Dalam hal ini seorang kepala sekolah harus
mampu menjadi supervisor tim yang terdiri dari guru, staf, dan siswa untuk
mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga tercapai
produktivitas belajar yang mampu meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk
mampu mewujudkan misi tercapainya mutu pendidikan yang tinggi, seorang kepala
sekolah harus menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Ada klasifikasi terkait
pendekatan dalam kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya: (1) Studi
Kepemimpinan Ohio State University,dalam pendekatan ini ada empat struktur
yaitu Low Structure and High Consideration, Low Structure And Low
Consideration, High Stucture And High Consideration, High Structure And Low
Consideration. Dari keempat perilaku tersebut yang paling baik adalah kondisi
dimana “high structure” berpasangan dengan “high consideration”.
(2) Studi Kepemimpinan yang dikembangkan oleh Michigan University, pada
pendekatan ini dijelaskan terkait orientasi produk dan orientasi bawahan.
Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan,
sedangkan pemimpin yang berorientasi pada produksi sangat memperhatikan hasil
dan aspek-aspek teknik kerja untuk kepentingan organisasi tanppa menghiraukan
bawahan. (3) Kepemimpinan Kontinum, dalam gaya kepemimpinan kontinum ada
gaya-gaya kepemimpinan yang berimbang antara penekanan pada perilaku otoriter
dan perilaku demokratis.
Dari
hal itu dapat diketahui, untuk mencapai mutu yang baik seorang kepala sekolah
memiliki gaya kepemimpinan tersendiri apakah dengan otoriter, demokrasi dan
lain sebagainya menyesuaikan situasi dan kondisi dalam lembaga pendidikan
tersebut.
Dalam
peningkatan mutu pendidikan, harus diperhatikan beberapa strategi peningkatan
mutu. Dengan strategi dan ide yang dilakukan untuk inovasi diharapkan lembaga
pendidikan dapat memberikan kepuasan terhadap stakeholder (pelanggan
pendidikan).
V.
KESIMPULAN
Kepala sekolah atau
kepala madrasah adalah salah satu personel sekolah madrasah yang membimbing dan
memiliki tanggungjawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala
sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala
sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader.
Ada beberapa fungsi seorang kepala sekolah diantaranya:
1.
Fungsi sebagai Edukator
2.
Fungsi Sebagai Manajer
3.
Fungsi sebagai
Administrator
4.
Fungsi sebagai Supervisor
Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah
dan harga diri. (Tom Peters dan Nancy Austin, A Passion For Excellence, 1985). Dalam
KBBI, Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat
(kepandaian, kecerdasan dan sebagainya), kualitas. Dalam bahasa Inggris disebut
“quality”, sedangkan dalam bahasa arab desebut “juudah”.
Bagi setiap institusi,pendidikan, mutu adalah agenda
utama. Meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Mutu merupakan
suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dengan
keyakinan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang
membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali
merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih
status ditengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras
Faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap mutu
pendidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah
merupakan pimpinan tunggal di sekolah yan mempunyai tanggungjawab untuk mengajar
dan mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah
untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam manajemen modern,
seorang kepala sekolah harus berperan sebagai pengelola. Selain itu dilihat
dari fungsi-fungsi manajemen, yakni Planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), dan controlling (pengawasan), maka kepala
sekolah harus berperan juga sebagai evaluator sekolah.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah merupakan harapan
yang tinggi bagi peningkatan kualitas pendidikan karena keberhasilan pemimpin
disekolah akan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap hasil belajar siswa.
Sehubungan dengan itu, kepala sekolah harus mampu melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai supervisor kepada guru untuk mengembangkan profesi. Ada
beberapa klasifikasi terkait pendekatan dalam kepemimpinan menurut para ahli,
diantaranya: Studi Kepemimpinan Ohio State University, Studi Kepemimpinan
yang dikembangkan oleh Michigan University, dan kepemimpinan kontinum.
Untuk memiliki gaya kepemimpinan yang efektif sesuai
dengan situasi tertentu ada beberapa hal yang perlu dipetimbangkan, yaitu: (1)
kekuatan-kekuatan yang ada pada pemimpin, (2) kekuatan-kekuatan yang ada dari
bawahan, dan (3) kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan baik lingkungan
sendiri maupun lingkungan masyarakat. Dari pemaparan tersebut jelas bahwa
seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
Ada beberapa strategi dalam peningkatan mutu pada
Siklus Deming dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengadakan riset pelanggan
dan menggunakan hasilnya untuk perencanaan produk pendidikan (plan).
2.
Menghasilkan produk
pendidikan melalui proses pembalajaran (do).
3.
Memeriksa produk pendidikan
melalui evaluasi pendidikan/evaluasi pembelajaran, apakah hasilnya sesuai
rencana atau belum (check).
4.
produk pendidikan dan
menyerahkan lulusannya kepada orang tua atau masyarakat, pendidikan lanjutan,
pemerintah dan dunia usaha (action).
5.
Menganalisis bagaimana
produk tersebut diterima di pasar, baik pada pendidikan lanjut ataupun di dunia
usaha dalam hal kualitas, biaya dan kriteria lainnya (analize).
VI.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis berharap pembaca berkenan memberikan kritik dan sarannya. Terimakasih
atas perhatiannya. Apabila ada kekurangan penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui
Managerial Skills, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.
Muhaimin, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Mutu,
(Malang: UIN Maliki Press, 2010).
Mulyasa, Manajemen
Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset),2011).
Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006).
Pidarta,
Made, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2009).
Sallis, Edward, Total Quality Manajement in Education Manajemen Mutu Pendidikan, ( Jogyakarta: IRCiSoD, 2010).
Setiawan, Bahar Agus & Abd. Muhith, Transformational Leadership
Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013).
Syukur,
Fatah, Rekonstruksi Supervisi Pendidikan, (Semarang: CV.Karya Abadi
Jaya, 2015).
Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No 32 tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Penddidikan
http://lisadeniristiningrum.blogspot.co.id/2012/01/standar-kompetensi-kepala-sekolah.html, diakses pada 12/04/16 jam 11:00.
http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/.diakses pada
20/05/16 jam 14:10.
[1] Muhaimin, Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk Mengembangkan Budaya Mutu,
(Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 1.
[2] Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui
Managerial Skills, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), hlm. 17.
[4] http://lisadeniristiningrum.blogspot.co.id/2012/01/standar-kompetensi-kepala-sekolah.html, diakses pada 12/04/16 jam 11:00.
[7] Bahar Agus Setiawan& Abd. Muhith, Transformational Leadership
Ilustrasi di Bidang Organisasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm. 21.
[9] Edward Sallis, Total
Quality Manajement in Education Manajemen Mutu Pendidikan, ( Jogyakarta: IRCiSoD,
2010), hlm. 29.
[10] Edward Sallis,
Total Quality Management in education, (Jogyakarta: IRCiSoD, 2008), hlm.
56.
[11] Fatah Syukur, Rekonstruksi Supervisi Pendidikan, (Semarang:
CV.Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 160.
[13] Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No 32 tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Penddidikan.
[14] Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Sinar
Grafika Offset),2011), hlm 181.
[18] Helmawati, Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Melalui
Managerial Skills, hlm 210-213.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar